Powered By Blogger

Selasa, 17 Januari 2012

DPRD Kota Ambon Pelajari Perda Pengelolaan Kawasan Pesisir Terpadu di Sumbawa

Sumbawa Besar, DPRD Kota Ambon Maluku dijadwalkan bertamu ke DPRD Sumbawa, Rabu (18/1) hari ini.
Kedatangan 15 orang wakil rakyat Ambon beserta para stafnya itu untuk mempelajari penyusunan dan penerapan Peraturan daerah (Perda) tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir Terpadu di kabupaten Sumbawa.
Pasalnya, baru dan hanya Kabupaten Sumbawa yang memiliki dan menerapkan Perda tersebut sebagai tindaklanjut dari Undang-undang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumbawa, Drs Zainal Abidin, Selasa (17/1) kemarin, DPRD Kota Ambon baru akan mempelajari dan melaksanakan Perda tersebut.
“Sehingga mereka merasa perlu belajar dari daerah yang telah menerapkannya, dalam hal ini Kabupaten Sumbawa,” ujar Sekwan.
Zainal menambahkan, DPRD Kota Ambon mendapatkan informasi Sumbawa menerapkan Perda tersebut melalui internet atau situs Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Rencananya, kunjungan kerja DPRD Kota Ambon tersebut akan dihadiri dan diterima seluruh unsur pimpinan dan anggota DPRD Sumbawa.
“Sedangkan pihak Pemda diwakili Sekda, Kabag Hukum dan Dinas Kelautan dan Perikanan,” pungkasnya.(*)

Senin, 16 Januari 2012

LATS Resmi Tak Akui Keberadaan Cek Bocek

Sumbawa Besar, Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) secara tegas menyatakan bahwa wilayah adatnya merupakan wilayah Kesultanan Sumbawa yang didiami oleh masyarakat adat Samawa dari Tarano sampai Sekongkang.
Siapapun yang berada dalam wilayah tersebut dilindungi oleh Sultan dan LATS.
Sehingga LATS berharap kepada seluruh msyarakat (Tau) Tana Samawa agar senantiasa menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya Samawa di bawah payung Kesultanan Sumbawa.
Pernyataan tersebut merupakan penegasan Sultan Sumbawa, Sultan Muhammad Kaharuddin IV di antara 7 point pernyataan yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat antara Pemda Sumbawa, Komunitas Adat Cek Bocek, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) serta LATS yang difasilitasi Komisi I DPRD Sumbawa, Senin (16/1) kemarin di ruang siding utama DPRD.
Surat pernyataan yang juga ditandatangani sejumlah pemuka adat Tana Samawa, antara lain Dewan Syara, HL Zainal Arifin, S.Pd. Dewan Adat, H Dinullah Rayes. Panakar Adat, Prof. Dr. Syaifuddin Iskandar, Penangar Adat, Drs HB. Thamrin Rayes, serta Ketua Umum Pajatu Adat, Drs H Mahmud Abdullah.
Dalam pernyataan yang dibacakan ketua umum Pajatu Adat, Drs. H. Mahmud Abdullah, juga ditegaskan bahwa Sultan dan LATS berharap agar setiap permasalahan didialogkan dengan cara-cara adab kebersamaan tau Samawa, dengan mengedepankan prinsip-prinsip To’, ila’, Saling Satingi, Saling Pedi, Saling Hargai antara semua pihak yang berdialog dan bermusyawarah dengan senantiasai memelihara pikiran jernih, jujur, ikhlas untuk kerik salamat tau ke Tana Samawa, Takit ko Nene’ Kangila Boat Lenge.
Diantara 7 pernyataan itu pula, tidak menyebut sedikitpun tentang pengakuan Sultan maupun LATS terhadap keberadaan dan eksistensi komunitas adat Cek Bocek Selesek Rensuri atau suku Berco di desa Lawin kecamatan Ropang.
Terutama pada point ketiga, secara jelas Kesultanan Sumbawa yakni dari Tarano hingga Sekongkang.
Terhadap pernyataan tersebut, Ketua Komunitas Adat Cek Bocek Selesek Rensuri, Datu Sukanda mengaku kecewa, lantaran jawaban atau pernyataan tersebut tidak keluar dari lisan Sultan Sumbawa yang lebih dikenal dengan nama Daeng Ewan.
“Kami kecewa karena pernyataan kami tak diakui bukan dari lisan Daeng Ewan sedniri,” tegas Sukanda.
Menurut Sukanda, pihaknya perlu dipertemukan dan membahas sejarah keberadaan Tau Samawa maupun Raja-raja yang ada di Sumbawa sebelum menjadi Kesultanan kala itu.
Namun sayangnya, dalam rapat dengar pendapat dengan agenda pengakuan Pemerintah dan Sultan Sumbawa terhadap eksistensi komunitas adat Cek Bocek Selesek Rensuri di kecamatan Ropang.
Tidak adanya ketegasan tentang pengakuan keberadaan mereka, ditengarai akan menjadi ‘bola panas’ yang berdampak pada inkondusifitas daerah dalam hal investasi khususnya pertambangan.
Sebab wilayah selatan khususnya di kecamatan Ropang (Dodo) diklaim sebagai tanah ulayat komunitas adat Cek Bocek Selesek Rensuri.
Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Sumbawa, Syamsul Fikri, berdasarkan pernyataan Sultan dan LATS terutama di point ketiga, menegaskan, bahwa tidak ada komunitas lain yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya samawa. Sehingga sudah jelas, jika di luar dari hal itu dan yang mengaku bereksistensi sendiri, maka tidak akan diakui LATS maupun Sultan.(*)

Rabu, 11 Januari 2012

Warga Bungin Minta Yudicial Review Undang-Undang Perikanan

Sumbawa Besar, Pilar NTB.
Penetapan undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, terutama pasal 9 yang melarang penggunaan mesin kompressor sebagai alat tangkap bagi nelayan menuai kritikan warga pesisir Sumbawa.
Terutama yang merasakan hal itu adalah nelayan yang selama ini sangat bergantung dengan mesin kompresor sebagai alat bantu pernapasan saat menyelam di laut.
Disebutkan dalam pasal 9 Undang-undang Perikanan bahwa alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang menganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan termasuk di antaranya jaring Trawl atau pukat harimau, dan/atau kompressor.
Merasa dirugikan dengan aturan ini, warga Pulau Bungin , Rabu (11/1) kemarin mendatangi DPRD Sumbawa, mereka mengajukan agar DPRD Sumbawa segera melakukan Yudicial Review atau peninjauan kembali UU tersebut terutama pasal 9.
Tokoh masyarakat Pulau Bungin, Rifai, menegaskan, bahwa undang-undang itu berdampak buruk pada nelayan setempat.
“Memang diakui penggunaan kompressor kerap disalahgunakan dalam kegiatan illegal fishing. Tapi hal itu tidak berlaku bagi masyarakat Bungin,” jelas Rifai.
Nelayan meminta pemerintah daerah supaya memberi kelonggaran atau dispensasi dalam penggunaan compressor sebagai alat tangkap yang legal.
“Kompressor itu kami gunakan untuk menjaring ikan, memanah ikan dan menangkap udang Lobster tidak lebih dari itu,” tukasnya.
Wakil ketua Komisi II, Fitrahrino menanggapi keluhan para nelayan menegaskan, untuk menyikapi persoalan itu, pihaknya akan mendorong langkah hukum untuk melakukan Yudicial Review atau amandemen undang-undang itu.
“Sebab jika harus membuat Perda atau sejenisnya untuk mengakomodir aspirasi masyarakat, mestinya tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, sehingga hal itu tidak dapat dilakukan,” pungkas Fito.
Pihaknya akan berkonsultasi dengan pihak terkait agar langkah Yudicial Review atau amandemen Undang-undang 45 tahun 2009 tersebut dilakukan.
Atau dengan solusi lain, tambah Rifai, agar SKPD terkait membantu nelayan dengan memberikan bantuan program budi daya ikan air laut seperti ikan kerapu atau udang lobster, budi daya rumput laut dan sejenisnya.
Program itu akan sangat membantu masyarakat nelayan sebagai solusi hilangnya salah satu alat tangkap mereka yakni kompressor.
“Hal ini bisa dilakukan, untuk mengganti alat yang tidak dibenarkan dalam aturan. Masyarakat Bungin dan nelayan di tempat lain juga merasakan hal yang sama. Maka pemerintah mesti mencari solusi alternatif,” tandasnya.(*)

Sabtu, 07 Januari 2012

Lima Poin Penting Renegosiasi KK PTNNT


DPRD Kabupaten Sumbawa mengajukan lima poin penting dalam melakukan revisi atau renegosiasi Kontrak Karya PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT).
“Kontrak Karya PTNNT yang ditandatangani pada tahun 1986 itu harus disesuaikan dengan semangat UU no 4 tahun 2009 tentang Minerba,” tegas Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa, Lalu Budi Suryata yang ditemui seusai memimpin hearing dengan Garda Ling Samawa, Sabtu (7/1).

Lima poin penting yang diusulkan oleh DPRD Sumbawa melalui Pemerintah Pusat, masing-masing, harus dilakukan penciutan lahan konsesi di wilayah Dodo Rinti.
Ketika PTNNT telah sampai pada tahap eksploitasi, maka luas lahan harus diciutkan menjadi 25 ribu hektar dari yang sekarang seluas 87.540 ribu hektar. Sisa lahan akan ditetapkan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Ini sesuai dengan bunyi pasal 53 UU no 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Kedua, kewajiban perusahaan untuk membayar royalty 1 persen sesuai KK, harus direvisi menjadi 3,75 persen sesuai PP nomor 45 tahun 2003 tentang Royalty.
Ketiga, kewajiban perusahaan membangun smelter di wilayah daerah penghasil. Kalau PTNNT merasa keberatan, maka harus diupayakan untuk menawarkan pada perusahaan lain.
Keempat, kewajiban perusahaan menggunakan potensi jasa dan produk lokal. Termasuk di dalamnya peluang bagi tenaga kerja lokal harus diakomodir, terutama jabatan-jabatan strategis harus dipegang oleh warga Sumbawa.
“Kalau warga Sumbawa hanya diberi kesempatan menjadi karyawan rendahan, untuk apa ada tambang di Sumbawa. Permintaan ini wajar, karena yang merasakan dampak buruk dari keberadaan tambang di Sumbawa adalah warga Sumbawa sendiri, bukan warga dari daerah lain,” tandasnya.
Kelima, kewajiban untuk membuka kesempatan divestasi saham newmont bagi daerah dan negara. “Golden share harus 20 persen bagi daerah penghasil”, tegas Budi.

Kamis, 05 Januari 2012

Bupati Sumbawa Tidak Akui Suku Cek Bocek

Bala Kuning Sumbawa..
Bupati Sumbawa, Jamaluddin Malik menegaskan, sampai saat ini belum ada bukti nyata bahwa Suku Cek Bocek merupakan penduduk asli kawasan hutan Dodo di wilayah Kecamatan Ropang.
“Adanya suku Cek Bocek ini, seiring dengan khabar PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) akan beroperasi di kawasan hutan Dodo. Mereka mengklaim Dodo pernah menjadi tempat pemukimannya yang ditandai dengan beberapa kuburan leluhur. Pengakuan ini sangat susah dibuktikan,” ungkap bupati di hadapan Gubernur NTB, TGH M. Zainul Majdi dalam presentase Capaian Terbaru Program Unggulan di Lantai 3 Kantor Bupati Sumbawa, Selasa (3/1).

Bupati menambahkan, Cek Bocek juga diketahui telah  melakukan jual-beli Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) atas lahan di wilayah Dodo. Ironisnya, sambungnya, banyak pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa serta anggota DPRD Sumbawa yang terindikasi terlibat melakukan jual-beli SKPT. Sekarang ini, pemda tengah melakukan penyelidikan terhadap pemilik SKPT.
“Jika ditemukan bukti bahwa pejabat dinas dan instansi di lingkup Pemda Sumbawa memiliki SKPT di wilayah Dodo, maka saya akan beri sanksi dengan cara dipindahtugaskan atau dipecat,” tegas bupati. Dikatakan, pemda juga akan melakukan tindakan tegas terhadap eksistensi Cek Bocek dengan terlebih dahulu melakukan proses pembinaan.