Powered By Blogger

Rabu, 26 Januari 2011

Sekilas Tentang Sumbawa

Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu dari sembilan kabupaten / kota yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak pada sentral Pulau Sumbawa, yakni pada posisi 116” 42” sampai dengan 118” 22’ Bujur Timur dan 8 “8’ sampai dengan 9” 7’ Lintang Selatan serta memiliki luas wilayah 6.643,98 Km2. disebelah barat Kabupaten Sumbawa perbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat, disebelah timut dengan Kabupaten Dompu, disebelah utara dengan laut Flores, dan sebelah selatan dengan Samudera Indonesia.
Sejarah Geografis Kabupaten Sumbawa memiliki lokasi yang cukup strategis, karena dari segi ekonomi terletak pada lintas perdagangan yang menghubungkan antara pusat perdagangan yaitu: Surabaya, Makassar maupun NTT. Disamping itu, Kabupaten Sumbawa lerletak pada lintas para wisata yaitu propinsi Bali, Pulau Lombok, dan Taman Nasional Komodo. Kabupaten Sumbawa sangat berpeluang untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan dikawasan Indonesia.

Kesulatana sumbawa dari zaman kemerdekaan hingga daerah swatantra.
Sebagai mana dimaklumi bahwa tana samawa yang disebut kabupaten sumbawa saat ini, sebelumnya merupakan wilayah kerajaan. Setelah masa kerajaan berakhir seiring dengan telah diproklamirkan kemerdekaan negara republik indonesia tanggal 17 agustus 1945, bentuk pemerintahan di tana samawa mengalami perubahan secara terus menerus yang secara kronologis adalah sebagai berikut:

- pemerintah dewan raja-raja tahun 1949-1950
- pemerintahan daerah swapraja tahun 1950-1959, dan selanjutnya tepat pada 22 januari, lahir kabupaten sumbawa yang ditandai dengan dilantiknya sultan sumbawa yang terakhir, Muhammad Kharuddin III menjadi PS. Kepala daerah swatantra tingkat II sumbawa.

Pulau sumbawa dan pulau sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan Ibu kota di sumbawa besar. Asisten residen yang pertama adalah Jan Soun Fandrain, kerajaan sumbawa dibagi dalam 2 afdering yaitu sumbawa barat dan sumbawa timur. Dalam pemerintahan sultan muhammad jalaluddin III (1833 sampai 1931), inilah dibangun istana tua dalam loka. Hal ini sangat dimungkinkan karena sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak belanda. Kini istana tua dalam loka menjadi aset pemerintahan daerah kabupaten sumbawa dalam rangka menjalankan para wisata sejarah.


Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun pada putra mahkota yang mendapat gelar sultan muhammad kharuddin III. Pada zaman pemerintahannya menjadi masa peralihan kolonialisme belanda kepada jepang. Ketika perjanjian kalijati ditanda tangani tanggal 9 maret 1942, organisasi-organisasi islam dikabupaten sumbawa mulai mengnut siasat. Organisasi itu antara lain nahdatul ulama, muhammadiyah, dan alirsat. Sementara 3 kerajaan dipulau sumbawa mengambil sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan belanda. Tepat pada bulan mei 1942, 8 kapal perang jepang mendarat di labuhan mapin dibawah pimpinan kolonel haraichi yang ternyata disambut gembira oleh rakyat.

Agresi militer belanda ke republik indonesia mengakibatkan raja sumbawa mendatangani sebuah perjanjian politik. Baru dengan belanda pada tanggal 14 desember 1948, isinaya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh belanda di sumbawa. Kekuasaan itu ada tiga yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan monopoli antas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintahan Indonesia timur berdasar Undang-Undang No. 44 tahun 1949 membentuk daerah satatua federasi pulau sumbawa, yang ditetapkan oleh dewan raja-raja pada tanggal 6 september 1949.

Selasa, 25 Januari 2011

TUNGKUP SAMAWA "Tabir Sejarah Yang Tak Terungkap"


Oleh : YUDI MANYURANG, S.IP*
*) Penulis adalah Pemerhati Budaya dan Staf Pengajar AMIKOM Sumbawa.


“…Sejarah memang tidak memberikan solusi, tetapi memberikan bahan untuk mendapatkan Kearifan. Bangsa ini bukan hanya kurang mengarifi sejarah, tetapi juga masih terus memelihara dendam sejarah. Juga sibuk mencari kebenaran sendiri, sehingga lupa bagaimana merajut KeIndonesiaan. Padahal, hanyalah bangsa yang bisa melupakan dendam sejarahnyalah yang akan menjadi bangsa yang besar…”
(Taufik Abdullah;  Kompas, 6 Agustus 2005)

..Gila we’ batin tu kami
Den kuning bae si guger
Pang kami kasungkar puin..
(Lawas Samawa)

Sekilas Tentang Musakara Rea
Beberapa waktu yang lalu, telah dilaksanakan Musakara Rea Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) dalam rangka merevitalisasi diri agar kedepannya mampu memelihara segenap tata nilai yang terkandung didalam adat istiadat, tradisi, kearifan lokal dan berbagai peninggalan warisan sejarah yang harus dilestarikan, diwariskan serta dikembangkan kepada generasi akan datang sebagai pewaris adat dan budaya Tau ke Tana’ Samawa. Berangkat dari semangat kebersamaan dan kekeluargaan sehingga event besar tersebut mampu terlaksana dengan “baik” meskipun pada dasarnya tidak menyentuh akar dari kebudayaan kita sebagai Tau ke Tana’ Samawa, namun Penobatan Putra Mahkota DMA Kaharuddin Sebagai SULTAN SUMBAWA dengan Gelar SULTAN KAHARUDDIN IV. Hanya penobatan inilah yang setidaknya membuat para peserta merasa senang dan terharu. Mungkin bagi sebagian kalangan melihat event tersebut telah menghasilkan sesuatu yang besar sesuai dengan nama Musakara Rea atau telah menciptakan sejarah baru bagi Tau ke Tana’ Samawa. Akan tetapi semua itu, ternyata kita hanya mampu untuk berkhayal tentang adat istiadat, budaya, tradisi, kearifan local serta berbagai peninggalan sejarah. Bagaimana tidak, dalam proses Musakarah Rea yang notabene BESAR hanya mampu melahirkan pemikir-pemikir yang kerdil yang hanya ingin mempertahankan dan memperkenalkan kehebatan diri sendiri tanpa mau sedikit mendengar, merenungkan serta meresapi apa sebetulnya hakekat Musakara Rea sehingga kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan. Tetapi yang terjadi adalah upaya mengukuhkan budaya ‘menjilat’ atau didalam bahasa Samawa kita “malela”, sehingga tak banyak dari peserta yang kecewa terhadap pelaksanaannya karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kita sebagai Tau ke Tana’ Samawa. Inilah suasana yang terjadi didalam proses Musakara Rea. Tentu semua ini membuat persendian kita kecewa.

Sebagai generasi muda yang telah ambil bagian dalam event tersebut sangat menaruh harapan besar pada Musakarah Rea, untuk membicarakan Sumbawa dalam banyak hal terlebih berbicara Sumbawa sampai ke akar-akarnya, misalnya sejarah masuknya Islam ke Tana’ Samawa dan persoalan yang menyangkut tentang hukum adat kita Tau ke Tana’ Samawa, ini hampir tak tersentuh. Kenapa ini penting untuk dikemukakan karena ada beberapa versi literature yang berbicara tentang sejarah masuknya islam ke Tana Samawa, namun mungkin hal ini tak banyak orang yang mengetahui. Untuk lebih memperjelas, ada tiga versi tentang sejarah masuknya islam ke Tana Samawa yaitu (1). Manggaukang Raba, mengatakan dalam Bukunya bahwa Islam masuk ke Tana Samawa sekitar akhir abad 15 dan awal abad 16 atau tepatnya tahun 1623 masehi. (2). Dalam Buku Bima and Sumbawa terjemahan Muslimin Yasin, menuliskan bahwa Islamisasi di Tana Samawa adalah sekitar tahun 1620 masehi. (3). Dalam buku Begawan Hamid yang dipublikasikan oleh Dinas pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Sumbawa, mengatakan bahwa Islam masuk ke Sumbawa sekitar tahun 1674 masehi. Ini penting untuk kiranya dipublikasikan karena kekwatiran kita pada generasi akan datang yang telah membaca salah satu versi sehingga menjadi satu kesimpulan yang pada akhirnya akan menyesatkan dalam ruang lingkup sejarah yang memalukan sekaligus memilukan kita karena bukti-bukti dari literatur yang ada adalah gambaran sesungguhnya bahwa sejarah masuknya Islam ke Tana Samawa masih menjadi perdebatan yang memerlukan kajian dan penelitian secara otentik serta mampu kita pertanggungjawabkan disamping bahwa sesungguhnya proses islamisasi Sumbawa masih belum jelas dan bisa dikatakan “Rapuh”. Catatan kritis yang bisa disampaikan kepada para penulis sejarah, adat istiadat dan budaya Samawa, kiranya mencantumkan literatur yang jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan tentang apa yang ditulisnya.

Sementara di sisi lain, Sultan Muhammad Kaharuddin IV dalam silaturrahmi dengan pers (selasa,18/2/2011) di Istana Bala Kuning. Yang Mulia Sultan Kaharuddin IV menjelaskan sekaligus menegaskan bahwa Hari Jadi Sumbawa jatuh pada tanggal 1 Muharram 1648. Perhitungan ini berdasarkan pada resminya Sumbawa menjadi Kesultanan dan resmi menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pedoman bernegara dan bermasyarakat. (Baca : Gaung NTB, Rabu, 19 Januari 2011). Jika demikian adanya, maka satu hal yang mungkin menjadi pertanyaan kita adalah apa korelasi antara Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa yang resmi terbentuk dengan empat Kerajaan Tertua di Tana’ Samawa seperti yang telah kita ketahui bersama yaitu, Kerajaan SERAN, Kerajaan UTAN KADALI, Kerajaan SAMAWA PUIN dan Kerajaan EMPANG?

Jika kita mengacu pada dua literatur diatas, Manggaukang Raba dan Muslimin Yasin maka bisa kita simpulkan bahwa sesungguhnya Islam telah lebih dulu masuk ke Tana’ Samawa sebelum Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa resmi didirikan. Kesimpulan ini cukuplah mendasar mengingat dan melihat tahun masuknya Islam atau proses Islamisasi di Tana’ Samawa. Sementara jika kita mengacu pada literatur Begawan Hamid, maka kesimpulannya adalah bahwa telah resmi Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa didirikan barulah Islam masuk ke Tana’ Samawa. Jika benar demikian, maka TUNGKUP SAMAWA dimana harus ditempatkan di dalam kontek sejarah Tau ke Tana’ Samawa karena Tungkup Samawa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah dan proses berdirinya Kerajaan dan Kesultanan Samawa serta Islamisasi Tana’ Samawa. Sungguh menyesatkan kita semua…

Lantas sekarang kita punya keinginan untuk mengembangkan segenap apa yang telah kita miliki sebagai warisan nenek moyang kita, dengan bangga kita memperkenalkan ke dunia luar tentang Sumbawa dengan segala ke-Samawa-annya padahal sejarah sebagai pondasi kita untuk berpijak masih kabur dan tidak dapat kita pertanggungjawabkan secara ilmiah. Suatu kondisi yang sangat menyesatkan buat kita semua. Lantas, apakah kondisi seperti ini masih tetap kita pelihara sebagai bagian dari proses sejarah kita? Orang bijak, tentunya akan menjawab semua ini.

Berangkat dari lawas tersebut di atas, maka harapan besar generasi muda yang terlibat didalam Musakarah Rea LATS adalah mengangkat sekaligus membongkar tentang segenap tata nilai yang terkandung dalam adat istiadat, budaya, tradisi dan kearifan lokal sehingga mampu mengetahui, mengerti dan memahami dengan sebenar-benarnya sampai ke akar-akarnya tentang asal-usul dan sejarah Tau ke Tana’ Samawa. Namun, ternyata semua itu jauh api dari panggangnya karena mungkin tak  banyak yang tahu tentang Tau ke Tana’ Samawa yang sesungguhnya selain Yang Mulia Sultan Kaharuddin IV yang telah banyak memberikan tauladan dan pencerahan yang mencerdaskan karena tanpa itu Musakara Rea tidak akan berarti apa-apa, padahal panitia pelaksana terutama seksi penyiapan tempat dan arena yang telah bekerja keras untuk turut mensukseskan acara tersebut. Lantas, mau dibawa kemana generasi muda Sumbawa jika adat istiadat Samawa belum terkuak dan belum menjadi identitas kita bersama.

Berbicara tentang budaya Tau ke Tana’ Samawa bukanlah hal yang mudah untuk dikemukakan karena budaya kita Tau ke Tana’ Samawa bukanlah budaya yang datangnya begitu saja atau budaya yang serampangan akan tetapi berbicara budaya Tau ke Tana’ Samawa harus membutuhkan kajian dan penggalian secara lebih mendalam untuk mengangkat harkat dan martabat baik budaya dan religi Tau ke Tana’ Samawa. Inilah yang tidak terjadi di dalam Musakarah Rea LATS. Jadi tidak segampang yang kita bayangkan untuk membuka keaslian atau menilai Adat dan Budaya Sumbawa yang sebenarnya. Ini bisa kita buktikan dengan lawas kita Tau Samawa :

…Uleng lalaja tontonan,
Sate gayong bangsa sumer.
Parasa gampang rua na’…

…Mana pitu ilat mu ntek
Tingi mu jonyong gagala
Po’ gading siong peras pang…

Berkaca dari lawas diatas, maka benang merah yang bisa kita tarik adalah bahwa sesungguhnya upaya pelestarian, pewarisan dan pengembangan adat dan budaya Tau ke Tana’ Samawa tidak terlepas dari pengetahuan dan pengertian serta pemahaman tentang akar adat dan budaya serta akar sejarah dalam merumuskan gambaran masa depan karena tanpa semua itu mustahil adat dan budaya kita bisa kokoh didalam serbuan arus globalisasi dan modernisasi yang semakin gencar.

Disamping itu juga, kita berharap bahwa pelestarian, pewarisan dan pengembangan segenap tata nilai yang terkandung didalam adat istiadat dan budaya, tradisi dan kearifan lokal mampu untuk berbicara banyak dalam proses transpormasi budaya sehingga mampu menjadi modal sosial dan etos Tau Samawa karena tanpak modal sosial dan etos kebersamaan atau rasa memiliki ke-Samawa-an tentu akan sia-sia agenda besar yang akan kita gagas.

Lantas, apa itu Tungkup Samawa?
Berangkat dari kekokohan dan kharisma serta karakteristik Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa sehingga menjadi Kerajaan dan Kesultanan yang cukup di segani di seantero jagad raya. Sebagai bukti kekokohan Kerajaan dan Kesultanan Samawa, secara fisik dapat kita temukan Istana Tua Dalam Loka yang sampai saat ini masih berdiri kokoh ditengah-tengah kita dan bahkan mungkin Istana Tua Dalam Loka merupakan bangunan kayu terbesar di Asia Tenggara. Disamping itu juga, Istana Tua Dalam Loka merupakan benteng tempat Sultan dan Keluarganya berteduh dan bekerja untuk kesejahteraan dan keadilan serta kemakmuran Tau ke Tana’ Samawa. Namun, secara non fisik benteng Kerajaan dan Kesultanan Samawa tak banyak yang tahu dan bahkan mungkin Tau Samawa sendiri tidak tahu menau sehingga bisa disimpulkan benteng non fisik itu tidak ada. Akan tetapi sesungguhnya hal itu ada dan dimiliki oleh Kerajaan dan Kesultanan Samawa. Untuk lebih jelas, secara non fisiknya telah didirikan suatu benteng yaitu TUNGKUP SAMAWA.

Tungkup merupakan Benteng Kerajaan dan kesultanan Sumbawa yang notabene adalah Benteng “Mistis” kerajaan dan kesultanan Sumbawa pada saat pertamakali Kerajaan Sumbawa didirikan di Tana’ intan bulaeng ini. Tungkup adalah bukti sejarah kekokohan dan kejantanan serta harkat dan martabat Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa kala itu. Karena Tungkup sangat erat kaitannya dengan asal-usul kerajaan dan Kesultanan Sumbawa atau proses berdirinya Kerajaan dan kesultanan Sumbawa. Disamping itu juga yang tak kalah pentingnya adalah kaitan Tungkup Samawa dengan sejarah masuknya Islam ke Tana’ Samawa. Namun, sangat disayangkan keberadaannya hampir tidak diketahui oleh banyak orang apalagi fungsi dan tujuan utama didirikannya. Akan  tetapi bagi kalangan-kalangan tertentu cukup paham tentang keberadaan Tungkup Samawa namun berbicara tentang Tungkup seakan-akan menjadi hal yang Tabu untuk dibicarakan padahal ini sangat penting untuk sebuah pondasi ataupun akar didalam menentukan grand disain Sumbawa masa depan. Jika demikian adanya, lantas apa  sesungguhnya korelasi Tungkup Samawa dengan Sejarah masuknya Islam ke Tana Samawa? Ini penting kiranya untuk diungkapkan sebagai bahan refrensi kita didalam menulis kembali tentang sejarah kita sebagai Tau ke Tana’ Samawa sehingga dapat memberikan pandangan yang  jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dalam banyak hal.

Informasi yang berkembang dari beberapa tokoh masyarakat yang berhasil penulis temui adalah Bapak M. Nagib Uyang, salah satu tokoh masyarakat Utan dan Bapak Muslimin Yasin, sejarawan Tana’ Samawa. Beliau mengatakan bahwa lokasi Tungkup Samawa berada diantara jembatan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, yang tepatnya dulu disitu terdapat pohon beringin sebagai tempat dan lokasi Tungkup Samawa dibangun saat itu. Konon saat itu, aroma mistis juga turut mewarnai perjalanan prosesi pembuatan dan penetapan Tungkup Samawa dengan harapan Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa selalu berada didalam perlindungan Yang Maha Kuasa dan dari ancaman malapetaka serta bala bahaya yang bisa merusak tatanan kehidupan dan keberlangsungan Kerajaan dan Kesultanan Sumbawa demi kemakmuran  Tau ke Tana’ Samawa.

Dari semua apa yang telah teruraikan diatas, maka patut kiranya kita sebagai bagian dari Tau  ke Tana’ Samawa ingin mengetahui apa sebenarnya yang telah terpasang dan tertanam didalam Tungkup tersebut sehingga tidak membuat kita menjadi gamang terhadap tradisi dan kearifan lokal kita sendiri. Tak banyak yang bisa kita harapkan, tetapi mungkin paling tidak dengan informasi tentang keberadaan Tungkup tersebut kita mampu menemukan semangat kebersamaan, etos kita sebagai Tau Samawa serta modal sosial kita karena bagaimanapun juga Adat Istiadat dan Budaya Samawa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sebagai Tau Samawa yang patut untuk kita lestarikan, sebagaimana didalam lawas kita Tau Samawa :

…Leng dalam batu ku tembok,
Ngawang ko langit  ku tutet
Ya ku bosan ku gantuna…

Inilah bagian terpenting dari sejarah berdirinya Kerajaan dan Kesultanan Samawa yang tak pernah terungkap sehingga tak banyak pula yang mengetahui baik historis, fungsi dan tujuan utama didirikannya. Mudah-mudahan dengan keluarnya tulisan ini semua pihak dapat membuka mata, membuka hati untuk sebuah kepedulian yang dalam karena bukankah budaya dan kebudayaan itu tumbuh dan berkembang dari rasa peduli. Semogalah… (Kepala_Uyang)

Senin, 24 Januari 2011

LAWAS NOTANG DO

Melik rebu mara intan
Na sangkala adal subu
Ayi mataku notang do

Muntu kuanganmo andi
Nasipmo kubonga bintang
We bulan satemung mata

Berat tu peram panotang
Kapeno renduk basungu
Narang le muris parana

Berat kubalin panotang
Mangan nginem nomo nyaman
Ngantok konang no lap mata

Berat ampa do ke andi
Mara kuang totang kembo
Ngangkal satumpu tin balit

LAWAS DADARA BALONG

O sarea tu ramenong
Tabe dunung ngantang lawong
Kena isit siya mompong
Ma sanenge rungan jorong

Sopo tu dadara balong
Lengan yam timung tu poyong
Betis mara rebong santong
Tekan ne ada garosong

Anting pang kuping ngareyong
Kusarapang kemang terong
Bauke kulalo petong
Ngaretan sate kurepong

Bajenang long nongka kerong
Tian tepang nongka tibong
Batulan lewa ke bokong
Pola tu beri me siyong

Maras lamen tu raponong
Kenang kere sopo lonong
Ngiyal simir dalam kodong
Malantar ya selis elong

Sultan Kaharuddin IV : Saya Optimis ke Depan Tidak Melupakan Nilai Adat Samawa


Sumbawa Besar, KM Bala Kuning
Kesultanan Sumbawa di tahun 2011 Masehi ini telah lahir kembali, meski bukanlah menjadi suatu sistem pemerintahan, namun lebih dari itu peran Kesultana Sumbawa dibawah otoritas Sultan Muhammad Kaharuddin IV yang dinobatkan pada Musakara Rea Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) awal Januari lalu di Istana Dalam Loka Samawa. Peran Sultan dalam hal ini tidaklah sebagai pemerintahan alternatif di Sumbawa karena tidak mungkin hal itu terjadi. Sultan menempatkan diri dalam hal pelestarian dan menjaga entitas adat istiadat Samawa yang mulai dikokat (dipungut kembali) dari berbagai sumber.
Sultan Muhammad Kaharuddin IV, sebelum dinobatkan sebagai pucuk tertinggi dalam Kesultanan, mengaku bahwa dirinya ditawari bahkan didesak oleh berbagai kalangan maupun tokoh Samawa untuk memimpin Lembaga Adat Tana Samawa. Tawaran ini tidak serta merta diterimanya meskipun masih memiliki darah Sultan Muhammad Kaharuddin III yang merupakan ayah kandung figur yang sebelumnya menyandang gelar DMA. Kaharuddin tersebut sebagai putra Mahkota Kesultanan Samawa ke-17.
Dalam keterangannya kepada KM Bala Kuning Sumbawa Sultan Sumbawa, menegaskan bahwa dirinya tidak akan selalu menengok ke belakang, namun optimistis ke depan dengan tidak melupakan nilai maupun mutiara adat. Ia memandang, akan terjadi kegalauan jika etnik sumbawa tidak siap untuk menghadapi Globalisasi dan tidak asal ada pegangan, dimana kebenarannya dapat diukur dengan relevansi di masa depan.
Sultan menyadari bahwa upaya ini masih prematur karena masih dalam proses menghimpun kembali nilai adat yang selama ini hampir terlupakan.
“Sambil tu kokat sambil tu gita relevansi ko angkang, ke kami sadar kondisi tu kokat kabali masih perlu sosialisasi ke kondisi adat kita masih remang-remang,” terang Sultan dalam bahasa Sumbawa.
Ia menekankan dengan hal seperti subtansi yang akan diangkat oleh lembaga adat harus jelas dengan melihat perkembangan zaman ke depan, sambil mengevaluasi hasil Musakara Rea dan itu terbuka untuk umum.
Musakara Rea tegas Sultan, adalah inginkan tau Samawa krek selamat tau ke tana Samawa, taket ko nene’, kangila ko nene’. Inilah yang menjadi pegangan ke depan mau seperti apa.
“Kita akan menjadi masyarakat yang religius modern dan demokrasi, religius sudah kita miliki yang perlu kejelasan adalah modern yang seperti apa, demokrasi yang bagaimana, tentu untuk hal ini tetap berpegang teguh bahwa masyarakat yang modern dan demokrasi bernuansa islami,” terang Sultan.(soel)

Pemerintahan JM Perlu Lahirkan ‘Critical Mass’


KM Bala Kuning, Sumbawa Besar  25 Januari 2010
Untuk kali kedua Jamaluddin Malik diamanatkan menjadi Bupati Sumbawa, tantangan ke depan juga akan semakin banyak untuk ditangani, pekerjaan rumah pada periode sebelumnya bersama Muhammad Jabir masih membutuhkan sentuhan untuk ditingkatkan.  Terutama di bidang peningkatan taraf atau kualitas pendidikan di Kabupaten Sumbawa.
Momentum terpilihnya JM menjadi Bupati Sumbawa didampingi wakilnya Drs H Arasy Muhkan, mendapat respon positif dari kalangan akademisi yang memang intens dalam hal pembangunan pendidikan di daerah ini.
Tokoh pendidikan Sumbawa—Dr H Iwan Jazadi S.Pd, M.Ed, berpendapat, dengan pengalaman pemerintahan 5 tahun lalu, ditambah kompetensi yang dimiliki wakilnya yang bertipe pekerja keras, masyarakat bisa berharap untuk peningkatan pendidikan di daerah ini, dengan catatan keduanya mendengar masukan karena mereka telah merasakan perbandingan dengan kondisi saat ini.
SDM Sumbawa kata Iwan, jangan dilihat dari kacamata statistik atau angka persen, namun perlu sekaligus menanggapi persoalan yang terjadi pedesaan, daerah terpencil dan di pulau-pulau. Harus memastikan dalam 5 tahun ke depan ada upaya sungguh-sungguh untuk memastikan ketuntasan wajib belajar 9 tahun lantaran masih ada anak putus sekolah di pedesaan, pegunungan seperti di Batulanteh maupun di pulau-pulau.
“Terutama di pedesaan yang umumnya pekeraan orang tuanya adalah petani maupun buruh tani, cara memantaunya dengan memberikan pemahaman dan wawasan bagi para camat, kepala desa dan perangkatnya serta sekolah maupun UPT tehnis,” terang Iwan Jazadi.
Meskipun dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menurutnya hal itu masih saja belum membantu orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya.
Lebih jauh ia kemukakan, bahwa proporsi untuk pemberian beasiswa kepada para mahasiswa perlu diberikan perimbangan yang relevan dan mampu mengakomodir mahasiswa yang tidak mampu, supaya bisa melanjutkan kuliahnya.
Karena trend mahasiswa di Sumbawa di manapun kuliah, masih banyak ditemukan terjadinya tunggakan SPP, ini menandakan tingkat kemampuan membiayai kuliah masih rendah.
“Untuk perguruan tinggi, minimal ada kepedulian pemerintah memperbanyak alokasi beasiswa, jangan terlalu sedikit, Rp 2 Miliar masih kecil dan tidak seberapa dibanding jumlah mahasiswa, idealnya sekiyar Rp.10 Miliar,” ungkap Iwan.
Menurutnya, saat ini merupakan kesempatan bagi pemerintahan Drs. H. Jamaluddin Malik jilid II untuk membuka pintu perguruan tinggi agar terus melahirkan potensi yang unggul, tidak ada pilihan lain selain mendukung keberadaan perguruan tinggi apapun itu yang berada di Sumbawa.
Sehingga melahirkan masyarakat yang kritis (Critical Mass) yang bisa membuat perubahan dalam semua bidang keilmuan, yakni sekelompok orang setingkat magister dalam jumlah relevan dengan kebutuhan daerah, tapi bukan dari golongan pejabat dan anggota DPRD.
Selain itu sambungnya, dalam semua bidang dan khususnya dalam bidang pendidikan menurut mantan Cawabup salah satu pasangan independent tersebut, pemerintahan ini harus mampu memikirkan program terobosan, termasuk melahirkan critical mass sehingga mampis rungan menjadi rungan dari kejayaan, bukan bagian dari distorsi informasi.(c_risma)

Minggu, 23 Januari 2011

Bengkel Las " Tunas Muda " Samawa

Telah dibuka ....!!!
Bengkel Las " Tunas Muda " Samawa
Jl. Garuda No. 14 A Sumbawa Besar.
Buat kamu yang pengen buat Kanopi, Tralis Jendela, Pagar, Tralis Tangga dan Balkon
Hub. Mas Coel di HP. 085253620131
HARGA PROMO......

Jumat, 21 Januari 2011

PENGUMUMAN LEMBAGA ADAT TANA SAMAWA



LEMBAGA ADAT TANA SAMAWA
BADAN PELAKSANA HARIAN
Jl. Dalam Loka No. 1 Sumbawa Besar Telp. [0371] 2709660

P E N G U M U M A N
Nomor: 20/LATS/14.01/2011

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan kepada segenap warga masyarakat Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat dan atau Tau Samawa secara keseluruhan bahwa:

Musakara Rea Lembaga Adat Tana Samawa (Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat) pada Hari Senin tanggal 06 Safar 1432 H bertepatan dengan tanggal 10 Januari 2011 M telah mengangkat dan mengukuhkan

H. Daeng Muhammad Abdurrachman Kaharuddin, SE,MBA

Putra Mahkota Kesultanan Sumbawa (Pewaris Kesultanan Sumbawa)
menjadi Sultan Sumbawa yang Ke - 17
dengan gelar

“Sultan Muhammad Kaharuddin IV”

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Sumbawa Besar, 10 Safar 1432 H / 14 Januari 2011 M

                       K e t u a                   Sekretaris

                          Ttd.                             Ttd.

              H. Dinullah Rayes        Drs. H. A.M. Jihad





Isu Kegagalan Pembangunan STIP Ditepis

KM BALA KUNING Sumbawa 21 Januari 2011
Sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) segera dibangun di samping taman makam Pahlawan Sumbawa Labuhan Badas.
Penjabat Bupati Sumbawa Mukhlis mengatakan, dipilihnya lokasi tersebut karena dinilai sangat strategis dan representatif berada di dekat Pelabuhan Badas serta tidak jauh dengan jalan negara.
Bahkan lokasinya sangat indah karena berada pada posisi menghadap ke arah laut.
Isu gagalnya pembangunan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di kabupaten Sumbawa dikarenakan belum dibuatnya Detail Engenerin Design (DED) ternyata tidak benar.
Penjabat bupati Mukhlis menegaskan, DED pembangunan STIP sudah rampung dan segera dibangun dalam waktu dekat.
Pembangunannya akan dibiayai dengan menggunakan dana sharing dengan pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
”Kami telah menetapkan dan meng-SK-kan lokasi itu sebagai tempat didirikannya kampus STIP,” jelas Mukhlis.
Demikian pula telah menganggarkan dana untuk DED-nya dan dana fisilibity study melalui dana CSR sebesar Rp 2 miliar serta melalui APBD kabupaten Sumbawa 2011.
ia menilai wajar, jika ada anggapan STIP akan gagal dibangun di wilayah kabupaten Sumbawa sebab pemerintah hingga kini masih menunggu realisasi APBD dari pemerintah propinsi.
”Yang jelas pembangunan STIP rencananya akan dilaksanakan pada awal tahun ini, sebab pemerintah propinsi sudah merespon dan mendukung pembangunan sekolah tersebut di kabupaten Sumbawa,” tegasnya.
Dia menghimbau semua pihak supaya dapat bersabar, sebab pembangunan STIP membutuhkan waktu dan akan dilaksanakan secara bertahap.
Hingga saat ini, langkah strategis telah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah propinsi maupun pusat.
Dengan dibangunnya STIP, diharapkan putra -putri asal pulau Sumbawa dapat mengembangkan ilmu serta ketrampilannya mengingat pulau Sumbawa dikenal memiliki potensi kekayaan sumberdaya kelautan yang luar biasa.(P11)

KIRAB PATAKA SUMBAWA DALAM RANGKA HUT SUMBAWA KE-52


KM. BALA KUNING SUMBAWA, 21 Januari 2011
Dalam rangka menyambut hari ulang tahun Sumbawa yang ke-52, pemerintah daerah melaksanakkan kegiatan mengibarkan bendera kabupaten Sumbawa ke setiapa kecamatan, kegiatan ini dinamakan kirab pataka. Kirab pataka yang dilaksanakan mulai tanggal dari kecamata Tarano sampai Kecamatan Alas Barat  dan berakhir di Kecamatan Sumbawa pada anggal 21 Januari 2011. Penyerahan bendera pataka dari Kecamatan Sumbawa ke Kantor Bupati  pada hari jum’at tanggal 21 Januari 2011, miskipun hujan menghantam pada saat pengantaran bendera pataka ke kantor bupati Sumbawa, namun masyarakat sekitar kota Sumbawa tetap semangat dalam menyemarakkan pengantaran. Dalam kegiatan tersebut banyaknya kalangan masyarakat yang turut menyemarakkan pengantaran bendera, kalangan masyarakat yang ikut berpartisivasi yaiti dari suku jawa dengan atraksi jual satenya, dari suku Lombok dengan gendang blenya, dari suku bali dengan tarian balinya, dari penduduk asli Sumbawa dengan menampilkan atraksi sanggar seniannya serta Sekolah Dasar samapai SMA pun ikut menampilkan kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya.  Dalam kegiatan ini antusias masyarakat serta kegembiraan masyarakat tana samawa sangat jelas sekali terlihat. (moes)