Powered By Blogger

Selasa, 23 November 2010

Menyikapi Masalah Perkembangan Ekonomi Daerah “Paradigma Membangun Kemandirian Lokal”
(Kharisma Susanto, A.Md)
  1. Pemerintah Dalam Perkembangannya
Tidak dipungkiri lagi dalam penyelanggaraan pembangunan daerah tidak terlepas dari aspek keuangan yang sudah di atur dalam peraturan peralihan kebijakan keuangan pusat ke daerah yang sekarang disebut dengan otonomi daerah. Dalam terapannya otonomi daerah merupakan bagian dari seremonial peralihan kebijakan yang dalam perkembangannya menuntut pemerintah lokal untuk menjawab semua kebutuhan material masyarakatnya.
Pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah yang harus dipungut dan dikelolah secara baik dan merata serta bertanggung jawab. Pajak dan retribusi ini sebagian besar dipungut dari usaha sektor ekonomi menengah atau pengusaha mikro. Seperti pedagang grosir, penyewaan los pasar, retribusi parkir dan lain-lain.
Dalam perjalanan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lokal cenderung melupakan faktor ekonomi mikro yang mengakibatkan sektor ini terabaikan. Kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah daerah menurut pantauan penulis selama kurun waktu 10 tahun ini selalu terpusat pada pembangunan semata yang dalam hal justru akan menitikberatkan sector ekonomi menengah keatas yang yang sering disebut dengan konglomerat bukan berbasis pada usaha bakulan.
  1. Upaya Peningkatan Sektor Ekonomi Mikro
Pemerataan pembangunan daerah dalam aspek ekonomi pembangunan sangat penting dalam mengupayakan pemerataan ekonomi mikro atau Usaha Menengah
Sejarah telah mencatat bahwa pembangunan ekonomi pada masa orde baru telah menyuburkan sekelompok orang yang menguasai hampir seluruh sendi-sendi perekonomian di bumi Indonesia, mereka dijuluki konglomerat.
Krisis ekonomi yang demikian dahsyat yang belum dapat disembuhkan sampai saat ini, telah menumbuhkan kesadaran bagi kita, bahwa pengelolaan ekonomi nasional dengan mengandalkan para konglomerat sebagai engine of grouth, ternyata hanya membuat rapuhnya basis ketahanan ekonomi nasional.
Kasus tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua dengan pengelolaan ekonomi yang kurang transparan dan kurang menciptakan partispasi rakyat banyak hanya akan melahirkan ketimpangan-ketimpangan oleh group bisnis berskala besar yang memang mereka sangat rentan terhadap gangguan lingkungan dunia bisnis yang semakin hari semakin terbuka dan liberal.
Reformasi di bidang ekonomi menuntut adanya koreksi terhadap kebijaksanaan ekonomi lama dengan menetapkan kebiijaksanaan ekonomi baru yang bercorakkan kerakyataan, kemandirian dan kemartabatan dengan melaksanakan satu sistem yang berkesinambungan ekonomi baru itu. Meskipun Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Tap Nomor XVI/98, tentang politik ekonomi dalam rangka demokratisasi ekonomi, telah berusaha kearah tersebut.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa dibidang ekonomi, tantangan berat yang sedang dihadapi bangsa Indonesia tidak hanya dalam mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi juga merubah paradigma ekonomi konglomerasi ke paradigma baru ekonomi kerakyatan serta meningkatkan daya saing koperasi dan pengusaha kecil dalam menghadapi persaingan pasar global.
Menyadari akan hal itu tersebut seharusnya pemerintah daerah sendiri harus tanggap dengan berbagai persoalan rakyat yang selama ini mendera penderitaan dengan kemampuan skill yang begitu rendah sehingga tidak dapat besaing dengan pengusaha-pengusaha menengah keatas.
  1. Solusi Kongkrit Model Pemberdayaan Sektor Ekonomi Mikro
    1. Pasar
Kebijakan
Dalam persaingan perdangangan yang terjadi akibat tidaknya terolah secara konsisten dalam artian tidak adanya manajemen pembinaan terhadap pedagang pasar itu sendiri sehingga mengakibatkan banyaknya pedagang yang tidak tahu tentang aturan penjualan kecenderungan semacam ini akan membuahkan hasil yang monoton pada pedagang itu sendiri.
Dari itu perlunya ada pembinaan strategi pasar yang baik guna meningkatkan daya saing dan peningkatan mutu penjualan.
Bukan sekedar itu saja yang terjadi saat ini, ada banyaknya keluhan dari pedagang tetap yang dipindahkan dengan asumsi untuk sementara saja pada saat terjadinya rehabilitasi bangunan pasar. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya secara tidak langsung pedagang itu di usir dari tempat berdagang atau losnya dan kemudian di tempatkan pedagang lain. Apakah ini yang disebut dengan transparansi kebijakan yang dilakukan di lingkungan pedagang mikro oleh pemerintah daerah.
Relokasi hanyalah sebuah kalimat penyelamatan kebijakan yang dilakukan oleh pejabat pasar yang mencoba untuk mengambil keuntungan dari si pedagang baru atau pun sebuah penekanan terhadap pedagang yang tak taat peraturan yang dibuat sendiri oleh si penjaga pasar dengan mengabai peraturan pemerintah.
    1. Lapang Kaki Lima
Tata kota kabupaten sumbawa yang begitu tidak beraturan sudah jelas sedikit memberikan suatu keindahan kota, di tambah lagi dengan keberadaan pedagang kaki lima yang berserakan di pinggiran kota. Selain tidak memberikan konstribusi yang jelas kepada daerah juga mengakibatkan lalu lintas kota terhambat. Dari itu perlu sekali pemerintah daerah menyiapkan lokasi khusus bagi para pedagang. Serta mengeluar peraturan daerah yang jelas tentang retribusi pedagang kaki lima.
    1. Pembinaan Unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Penulis telah menyampaikan beberapa pokok pikiran yang bersifat normative mengenai aspek-aspek yang kiranya perlu mendapat perhatian khusus dalam menyusun kebijakan pembangunan ekonomi dimasa yang akan datang, khususnya dalam kerangka pemikiran atau konsep Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal, dimana diyakini dalam tataran praktis sesuai dengan prinsip “system ekonomi kerakyatan (Ekonomi Pancasila)” tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD’45, BAB XIV pasal 33 menerangkan tentang.
1. Perekonomian sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan.
2. Cabang produksi penting bagi Negara menguasai hajat hidup orang banyak oleh Negara.
3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran rakyat.
4. Sumber kekayaan dan keuangan Negara dimufakatkan lembaga DPR, serta kebijakan ada pada perwakilan rakyat.
5. Warga Negara memiliki kebebasan memilih pekerjaan.
6. Hak milik orang diakui dan pemanfaatan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif dan kreasi warga dikembangkan batas-batas tidak merugikan umum.
Dari jabaran di atas dapat kita lihat bahwa UUD 45 menjelaskan bahwa segala kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah pusat atau pun daerah haruslah memihak kepada kaum mayoritas ( Rakyat Menengah kebawah) bukan kepada kaum Minoritas (Konglomerat).
Akan tetapi dalam perkembangan penyeimbangan antara keuangan daerah dengan keuangan pusat saat ini yang menuntut pemerintah daerah untuk mengekeluarkan Peraturan Daerah (Perda) sering terjadi perbedaan yang signifikan antara Undang-Undang Pusat dengan Perturan Daerah itu sendiri. Dari itu penulis melihat bahwa kebijkan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah saat ini sering menjadi bomerang bagi ekpansi kebijakan itu sendiri. Dalam artian pelaksanaan kebijakan mengabaikan amanat yang diemban oleh Peraturan Daerah itu sendiri.
Dari itu perlulah ada kebijakan tegas dari Pemerintah Daerah untuk menegur para pegawai yang selalu memanfaatkan jabatan dan kedudukan guna meraup keuntungan dari tangan rakyat. Sudahlah cukup penindasan ini dilakukan, marilah memcoba melakukan pembenahan kongrit kebijakan yang selalu menguntungkan bagi rakyat.
TERIAKAN KEBENARAN
                                                                                   WALAU ITU PAHIT

Tidak ada komentar: