"Menyikapi Permasalan Budaya Lokal dan Karakter (Tau Samawa) Masyarakat Samawa"
Sumbawa berasal dari kata samawa, yang dapat diartikan dalam tiga poin pokok penggalan kata samawa yaitu “Kata SA”, “Kata MA”, “Kata WA” . dimana bila ketiga penggalan kata itu diartikan perpenggalannya dapat diartikan : SA berarti Sakinah, MA berarti Mawatdah dan WA berarti Warrahmah. Ditinjau dari segi bahasa samawa berarasal dari kata Samawi yang berarti Langit Atau dataran tinggi. Secara kharfiah samawa dapat diartikan kerajaan langit yang menjunjung tinggi rasa demokrasi yang tinggi guna membentuk masyarakat yang damai dan diridoi Allah SWT.
Dari hal di atas dapat dilihat bahwa karakter dasar bawaan tau samawa (masyarakat Sumbawa) merupakan komunitas masyarakat yang peramah dan (lenge Rasa) penuh toleransi. Sikap keterbukaan dalam menerima masyarakat yang diluar masyarakat Sumbawa sangat kental sekali sehingga dari sini dapat kita lihat bahwa masyarakat Sumbawa adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi rasa toleransi sesama manusia.
Kecenderungan sifat tersebutlah yang membawa masyarakat Sumbawa paling cepat terkontaminasi dengan hal-hal baru atau gaya hidup dari pendatang yang merupakan cikal bakal dari hilangnya adat asli tau samawa.
Tau samawa dalam perkembangannya dari masa swaparaja tahun 1958 yang di tandai dengan penandatanganan nota kesepakatan raja-raja Se-Pulau Sumbawa sampai pada otonomi daerah saat ini mengalami kemunduran yang signifikan dalam perkembangan budaya lokalnya yang bisa dikatakan sudah hampir terlupakan (mati kutu) hal-hal yang menjadi aspek dasar dari budaya lokal itu sendiri.
Selama masyarakat tana samawa melupakan apa yang menjadi dasar dari segala dasar keterbentukan ke-diri-annya sebagai tau samawa, selama tau samawa melupakan Nafas yang sesungguhnya menjadi ruh kekuatan diri (self ontology) tau samawa, maka tidak akan ada pencerahan landasan di tana samawa tercinta ini. Bukankah menjadi pantas data-data sektor pendidikan, pertanian, pariwisata dan pertambangan kita hari ini yang melemah, karena tiada lagi yang tersisa dari ke-tau-an ke-samawa-an kita, kepahaman kita atas falsafah samawa. Sadar akan ke-diri-an kita yang tak sempat kita sadari, dihempaskan oleh kejamnya realitas sejarah pembodohan berabad-abad. Aborsi kesadaran dibawah tebalnya lapis-lapis selimut ideology ketidaksadaran.(c-risma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar